PENDIDIKAN

HARI BUKU NASIONAL MUTIARA YANG TERLUPAKAN
Oleh: Imron Rosidi, M.Pd
Mungkin kalau kita ditanya tentang hari bersejarah apa yang diperingati setiap bulan Mei? Kita semua serempak akan menjawab hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS). Hari untuk mengenang jasa seorang pahlawan pendidikan, yaitu Ki Hajar Dewantara. Hari pada saat diadakannya berbagai lomba, pameran, dan seminar-seminar pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional. Akan tetapi, kita mungkin lupa bahwa pada bulan itu ada hari yang juga bersejarah dan sangat urgen untuk dijadikan momentum kebangkitan bangsa, yaitu Hari Buku Nasional. Mengapa hal ini terlupakan? Tanggal 17 Mei diperingati sebagai Hari Buku Nasional. Memang, pamor hari tersebut kalah jika dibanding dengan peringatan lainnya, seperti Hari Pendidikan Nasional (2 Mei) dan Hari Kebangkitan Nasional (21 Mei). Itu disebabkan banyak faktor, salah satunya adalah tidak dijadikannya hari itu sebagai hari besar nasional. Selain itu, buku dan aktivitas yang terkait dengannya, seperti membaca dan menulis tidak begitu populer di kalangan masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia masih terjangkit penyakit aliterat - mampu membaca, tetapi malas membaca. Hal ini berdampak pada kemampuan menulis masyarakat Indonesia. Penerbitan buku di Indonesia masih yang terendah dibandingkan Malaysia dan Singapura, yaitu sekitar 3.000 s.d. 10.000 judul buku per tahun. Sungguh ironis bagi negara yang berpenduduk terbesar ketiga di dunia.

Mungkin telinga kita terbiasa mendengar sebuah ungkapan bernada klise, Buku adalah jendela dunia. Membaca adalah kunci ilmu, sedangkan gudangnya ilmu adalah buku. Sepintas ungkapan itu sederhana, namun di dalamnya terkandung makna penting, bahwa membaca (iqra’) ternyata merupakan perintah Allah Swt kepada seluruh umat manusia, sebagaimana tertuang dalam QS Al-Alaq [96] ayat 1-5. Hanya saja, ungkapan-ungkapan tersebut belum sepenuhnya disadari oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Entah karena deraan krisis ekonomi yang masih menyelimuti bangsa ini sehingga buku belum menjadi menjadi skala prioritas, atau mungkin masyarakat kita masih banyak yang lebih mengutamakan aspek meterial, seperti HP, sepeda motor, mobil, perhiasan, dan sebagainya. Bahkan, di kalangan pelajaran dan mahasiswa muncul semacam slogan “lebih baik membeli pulsa dibanding dengan membeli buku”. Siswa dan mahasiswa bersenjatakan HP, bukan bersenjatakan buku.

Hari Buku Nasional dan Hari Buku Dunia Peringatan Hari Buku Nasional biasanya dibarengkan dengan Hari Buku Dunia (World Book Day). Kedua hari bersejarah ini masih terasa asing di telinga sebagian besar masyarakat Indonesia, termasuk para pelajar. Hari Buku Dunia diperingati setiap 23 April, sedangkan Hari buku nasional setiap 17 Mei. Penggunaan 23 April sebagai Hari Buku Dunia bertepatan dengan tanggal lahir sekaligus wafatnya seorang penulis besar, yaitu William Shakespeare. World Book Day yang dirancang oleh UNESCO adalah sebuah perayaan buku dan literasi yang diadakan setiap tahun di seluruh dunia. Indonesia pertama kali memperingati Hari Buku Nasional di tahun 2006 dengan prakarsa Forum Indonesia Membaca yang didukung oleh berbagai pihak, baik itu pemerintah, dunia usaha, akademisi, komunitas dan masyarakat umum. Secara umum, tujuan diselenggarakannya World Book Day dan Hari Buku Nasional sebagai sebuah ajang untuk memberi semangat kepada seluruh lapisan masyarakat untuk mengeksplorasi manfaat dan kesenangan yang bisa didapat dari buku dan membaca. Masyarakat diajak untuk selalu memegang buku dan membacanya di mana dan kapan saja dia berada. Masyarakat diajak untuk gemar mengunjungi perpustakaan-perpustakaan seimbang dengan kegemarannya untuk mengunjungi tempat-tempat wisata dan belanja. Hal ini perlu dibentuk seiring dengan adanya era globalisasi informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan. Sudah saatnya masyarakat Indonesia melebarkan aktivitasnya dalam dunia perbukuan dengan ikut berpartisipasi melakukan perayaan Hari Buku Dunia dan Hari Buku Nasional agar lebih menggaungkan buku dan literasi di tengah masyarakat.

Perayaan Hari Buku Dunia dan Hari Buku Nasional diharapkan dapat meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia. Minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Hal itu terlihat dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2003 bahwa penduduk Indonesia berumur di atas 15 tahun yang membaca koran pada hari Minggu hanya 55,11 persen, sedangkan yang membaca majalah atau tabloid hanya 29,22 persen, buku cerita 16,72 persen, buku pelajaran sekolah 44.28 persen, dan yang membaca buku ilmu pengetahuan lainnya hanya 21,07 persen. Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2006 juga menyebutkan bahwa masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih memilih menonton TV (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) dibanding membaca koran (23,5%) (www.bps.go.id).

Rendahnya minat baca masyarakat Indonesia juga dapat dilihat dari hasil riset International Association for Evaluation of Educational (IEA) tahun 1992. IAE melakukan riset tentang kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar (SD) kelas IV 30 negara di dunia. Kesimpulan dari riset tersebut menyebutkan bahwa Indonesia menempatkan urutan ke-29. Angka-angka itu menggambarkan betapa rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak SD. Data BPS lainnya juga menunjukkan bahwa penduduk Indonesia belum menjadikan membaca sebagai sarana untuk memperoleh informasi. Orang lebih memilih televisi dan mendengarkan radio. Malahan, kecenderungan cara mendapatkan informasi lewat membaca stagnan sejak 1993. Hanya naik sekitar 0,2 persen. Jauh jika dibandingkan dengan menonton televisi yang kenaikan persentasenya mencapai 211,1 persen.

Dengan demikian, tidak ada kata lain yang dapat diungkapkan selain Jadikan Hari Buku Dunia dan Hari Buku nasional sebagai momentum menuju Indonesia lebih baik. Kemajuan sebuah negara tidak bisa lepas dari kualitas SDM negara tersebut. Melalui kegiatan membaca diharapkan wawasan kita bertambah luas, seluas cakrawala dunia. Hal ini sejalan dengan firman Allah Swt “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Dengan begitu, berkat membaca kelak kita bisa lebih mengenal Allah Swt. Tak hanya itu, kita juga bisa mengenal alam semesta dan diri sendiri (QS Al-Alaq [96] ayat 1-5).

HBN, Mutiara yang Terlupakan Jika dikaitkan dengan perintah Allah Swt di atas, seharusnya bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam mampu melakukan aktivitas membaca dengan baik. Hal itu disebabkan aktivitas membaca merupakan suatu perintah dari Allah Swt melalui Alquran. Jadi, aktivitas membaca bisa dianggap sebuah kewajiban bagi setiap manusia. Hanya saja, dalam realitasnya aktivitas tersebut tidak gampang diwujudkan. Membaca sebagai menu utama dalam kehidupan dapat ditemui di negara-negara maju, seperti Amerika, Jepang, dan Singapura. Di tempat-tempat umum, seperti tempat tunggu di bandara udara, stasiun kereta api, dan di terminal-terminal dengan mudah kita temui orang yang sedang membaca. Toko-toko buku mudah ditemukan dan selalu dipenuhi oleh para pembeli. Di pinggir-pinggir jalan juga dapat dengan mudah kita dapatkan bahan bacaan yang bisa diambil secara gratis. Apakah hal ini ditemukan di negara kita?

Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk membawa bangsa kita sejajar dengan negara-negara maju di bidang minat baca adalah dengan tidak melupakan perayaan hari Buku Nasional (HBN). Sebenarnya, perayaan HBN di Indonesia sudah dirayakan setiap tahunnya. Hanya saja, perayaan HBN masih terbatas di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, dan hanya di tempat-tempat tertentu. Perayaan HBN yang dapat penulis catat misalnya peringatan Hari Buku Sedunia dan Hari Buku Nasional dilaksanakan pada tanggal 19 s.d 20 Juni 2009. Kegiatan ini diisi oleh pameran, bursa buku, diskusi (talkshow) serta pemutaran film. Pameran diikuti oleh 47 peserta yang terdiri dari 5 Instansi di lingkungan Depdiknas, 3 lembaga perpustakaan dari pemerintahan, 3 perwakilan dari negara asing, 5 dari asosiasi dan organisasi, dan 2 lembaga pendidikan. Bursa Buku diikuti oleh 29 peserta dari penerbit dan distributor buku. Pada peringatan Hari Buku Nasional tahun 2011, IKAPI Jakarta dan Forum Indonesia Membaca meluncurkan program Gerakan Hibah Buku, tepatnya 17 Mei 2010. Gerakan Hibah Buku dilaksanakan dengan menghimpun buku-buku dari penerbit-penerbit Indonesia dan masyarakat umum untuk didistribusikan ke taman bacaan masyarakat. Pengumpulan buku hibah dilakukan bersamaan dengan penyelenggaraan World Book Day Indonesia dan Hari Buku Nasional 2010 mulai tanggal 15-25 Mei 2010 di Museum Mandiri.

Berbagai acara di atas sudah dilaksanakan sejak 2006. Hanya saja, gaung perayaan tersebut masih belum dirasakan masyarakat di daerah-daerah kota dan kabupaten lainnya. Masyarakat masih asing dengan HBN. Hal itu disebabkan beberapa faktor, antara lain: (1) belum dijadikan HBN sebagai hari besar nasional, (2) belum adanya perayaan HBN di daerah-daerah, (3) perayaan HBN belum menjadi agenda atau program Dispendik, (4) minat baca masyarkat Indonesia relatif rendah, (5) buku belum menjadi kebutuhan utama masyarakat, (6) slogan-slogan HBN belum terpampang di tempat-tempat umum, dan (7) belum dimasukkannya pelajaran reading dan writing dalam kurikulum di setiap jenjang pendidikan.

Untuk menjadi HBN sebagai mutiara yang dinantikan diperlukan komitmen bersama antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah hendaknya mulai berpikir untuk menjadikan HBN sebagai hari besar nasional, memasukkan mata pelajaran reading dan writing dalam kurikulum, melaksanakan berbagai lomba tingkat nasional dalam rangka perayaan HBN, seperti tahun ini yang diselenggarakan Pusbuk, menyediakan tempat-tempat baca yang representatif di setiap sudut bangunan pemerintahan dan daerah, mempermudah izin usaha toko buku kepada para pengusaha, menjadikan perayaan HBN sebagai program Dispendik, serta menyediakan berbagai spanduk dalam rangka perayaan HBN.

Selain peran pemerintah, masyarakat juga harus mau melakukan perubahan (change agent), baik dari segi budaya maupun mental. Budaya konsumtif terhadap barang-barang mewah perlu sedikit dikurangi dengan menyediakan dana untuk membeli buku. Buku hendaknya menjadi kebutuhan utama setiap individu dalam keluarga. Masyarakat hendalnya juga ikut berpartisipasi dalam perayaan HBN, misalnya dengan memasang spanduk. Apabila semua ini dapat diejawantahkan, insyaallah perayaan HBN tahun ini lebih meriah dapat menyentuh berbagai kalangan masyarakat, terutama para pelajar. Perayaan HBN bukan lagi sebuah mutiara yang terlupakan, tetapi mutiara yang dirindukan.

Komentar :

ada 0 komentar ke “PENDIDIKAN”

Posting Komentar