artikel kebahasaan

SUMBANGSIH ALIRAN STRUKTURALISME
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Bahasa adalah sistem simbol vokal arbitrer yang memungkinkan orang-orang yang hidup dalam budayanya, atau orang yang sudah mempelajari sistem budaya terkait menggunakan bahasa tersebut untuk berkomunikasi. Dalam pandangan di atas, bahasa memiliki fungsi yang terkait dengan identitas manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk berbudaya. Sejak lama manusia telah menyadari pentingnya bahasa dan penguasaan bahasa untuk perkembangan peradaban. Hingga sekarang, semakin maju peradaban manusia semakin besar peran bahasa dalam kehidupan.

Untuk itu, kemampuan berbahasa siswa sangat penting bagi perkembangan suatu bangsa. siswa sebagai pembaru, pemimpin, dan calon-calon pemimpin bangsa harus memilik kemampuan berbahasa yang baik. Jika tidak, berarti masa depan bangsa sedang terancam. Bahaya yang akan timbul pada masa depan adalah sulitnya kemunikasi kerja dan tidak efektifnya kepemimpinan karena pesan-pesan tidak dapat disampaikan dengan efektif dan kemampuan menyerap informasi baru sangat lambat.
Pembelajaran bahasa Indonesia sudah diberikan sejak pendidikan level terendah sampai perguruan tinggi. Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah ditekankan pada pengasaan keterampilan berbahasa siswa, mulai dari menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Aspek pengetahuan berbahasa, mulai dari fonem, morfem, frasa, klausa, dan kalimat diajarkan secara terintegrasi dengan keterampilan berbahasa. Sebagai contoh, siswa tidak langsung belajar tentang perbedaan frasa dengan klausa, tetapi mencari frasa dan klausa dalam tulisannya.
Analisis bahasa mulai dari yang terkecil menuju yang besar (kalimat) merupakan bentuk sumbangsih salah satu aliran bahasa, yaitu strukturalisme. Aliran ini memiliki ciri kegramatikalan berdasarkan keumuman. Level-level gramatikal ditegakkan secara rapi. Level gramatikal mulai ditegakkan dari level terendah yaitu morfem sampai level tertinggi berupa kalimat. Urutan tataran gramatikalnya adalah morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat. Selain itu, ciri aliran ini mengikuti aliran behavioristik, yaitu menganut sistem drill dalam mengajarkan bahasa. Hal ini tampak dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas-kelas rendah, mulai TK sampai SD kelas rendah.
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya sastra manusia Indonesia. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan menyimak, kemampuan berbicara, kemampuan membaca, dan kemampuan menulis. Keempat jenis kemampuan tersebut diajarkan secara integratif.
Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap puisitif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global.
Adapun tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, (2) menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara, (3) memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, (4) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan keampuan intelektual serta kematangan emosional dan sosial, (5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, serta (6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Aliran Linguistik Strukturalisme
Aliran strukturalis berlandaskan pola pikir behavioristik. Aliran ini lahir pada awal abad XX yaitu pada tahun 1916 yang bersamaan dengan lahirnya buku ”Course de linguistique Generale” karya Saussure yang juga merupakan pelopor aliran ini. Ia dikenal sebaga Bapak Strukturalisme dan sekaligus Bapak Linguistik Modern.
Linguistik strukturalis berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasakan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu. Pandangan ini menguraikan konsep telaah sinkronik dan diakronis, perbedaan langue dan parole, perbedaan signifiant dan signifie, dan hubungan sintagmatik dan pradikmatik yang banyak berpengaruh dalam perkembangan linguistik di kemudian hari.
a. Sinkronis dan Diakronis
Telaah sinkronik dan diakronis. Ferdinand de Saussure membedakan telaah bahasa secara sinkronik, artinya mempelajari suatu bahasa pada suatu kurun waktu tertentu saja. Misalnya, mempelajari bahasa Indonesia yang digunakan saat ini saja, sedangkan telaah diakronis artinya telaah bahasa sepanjang masa, atau sepanjang zaman bahasa itu digunakan oleh penuturnya. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa telaah bahasa secara diakronis adalah jauh lebih kompleks daripada telaah sinkronis. Sebelum terbit buku Course de Linguistique Generale Course de Linguistique Generale yang disusun dan diterbitkan oleh Charles Bally dan Albert Sechehay tahun 1915, telaah bahasa selalu dilakukan orang secara diakronis. Ahli-ahli pada waktu itu belum sadar bahwa bahasa dapat diteliti secara sinkronis. Inilah salah satu pandangan de Saussure yang sangat penting sehingga sekarang dapat diberikan pemerian terhadap suatu bahasa tertentu tanpa melihat sejarah bahasa itu.
b. Langue dan Parole
Langue adalah keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara para anggota suatu masyarakat bahasa, sifatnya abstrak, sedangkan yang dimaksud dengan parole adalah pemakaian atau realisasi langue oleh masing-masing anggota masyarakat bahasa; sifatnya konkret karena parole itu tidak lain adalah realitas fisik yang berbeda dari orang yang satu dengan orang yang lain. Dalam hal ini yang menjadi objek telaah linguistik adalah langue yang tentu saja juga parole karena parole itulah wujud bahasa yang konkret yang dapat diamati dan diteliti.
c. Signifiant dan Signifie
Ferdinand de Saussure mengemukakan teori bahwa setiap tanda atau tanda linguistik dibentuk oleh dua buah komponen yang tidak terpisahkan yaitu komponen signifiant dan komponen signifie. Yang dimaksud dengan signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran, sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran. Selanjutnya, ada yang menyamakan signe itu sama dengan kata; signifie sama dengan ‘makna’; dan signifiant sama dengan bunyi bahasa dalam bentuk urutan fonem-fonem tertentu.
Sebagai tanda linguistik, signifiant dan signifie itu biasanya mengacu pada sebuah acuan atau refrensi yang berada di alam nyata sebagai sesuatu yang ditandai oleh signifie linguistique.
d. Sintagmatik dan Paradikmatik
Yang dimaksud dengan hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan yang tersusun secara berurutan, bersifat linear. Hubungan sintagmatik ini terdapat baik dalam tataran fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Hubungan sintagmatik pada tataran fonologi tampak pada urutan makna kata itu. Umpamanya pada kata kita terdapat hubungan, fonem-fonem dengan urutan /k, i, t, a/. Apabila urutannya diubah, maka maknanya akan berubah, atau tidak bermakna sama sekali.
Hubungan sintagmatik pada tataran morfologi tampak pada urutan morfem-morfem pada suatu kata, yang juga tidak dapat diubah tanpa merusak makna dari kata tersebut. Ada kemungkinan maknanya berubah, tetapi ada kemungkinan pula tak bermakna sama sekali. Misalnya makan hati tidak sama dengan hati makan, kata matahari tidak sama dengan harimata. Hubungan sintagmatik pada tataran sintaksis tampak pada urutan kata-kata yang mungkin dapat diubah, tetapi mungkin juga tidak dapat diubah tanpa mengubah makna kalimat tersebut, atau menyebabkan tak bermakna sama sekali. Sebagai contoh dapat dilihat berikut ini.
Hari ini barangkali dia sakit
Barangkali dia sakit hari ini
Dia sakit hari ini barangkali
Dia sakit barangkali hari ini
Yang dimaksud dengan hubungan paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan. Hubungan paradigmatik dapat dilihat dengan cara substitusi, baik pada tataran fonologi, morfologi, maupun tataran sintaksis. Hubungan paradigmatik pada tataran fonologi tampak pada contoh antara bunyi /r/, /k/, /b/, /m/, dan /d/ yang terdapat pada kata rata, kata, bata, mata, dan data. Hubungan paradigmatik pada tataran morfologi tampak pada prefiks me-di-, pe-, dan te- yang terdapat pada kata-kata merawat, dirawat, perawat , dan terawat, sedangkan hubungan paradigmatik pada tataran sintaksis pada antara kata-kata yang menduduki fungsi sebjek, predikat, dan objek. Sebagai contoh dapat dilihat berikut ini.
Ali membaca koran

Dia membeli buku

Adik mengambil boneka
Adapun ciri-ciri Aliran linguistik struktural adalah: (1) Berlandaskan pada faham behaviourisme. Proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap (stimulus-response); (2) Bahasa berupa ujaran. Ciri ini menunjukka bahwa hanya ujaran saja yang termasuk dalam bahasa . dalam pengajaran bahasa teori struktural melahirkan metode langsung dengan pendekatan oral. Tulisan statusnya sejajar dengan gersture; (3) Bahasa merupakan sistem tanda (signifie dan signifiant) yang arbitrer dan konvensional. Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa pada dasarnya merupakan paduan dua unsur yaitu signifie dan signifiant. Signifie adalah unsur bahasa yang berada di balik tanda yang berupa konsep di balik sang penutur atau disebut juga makna, sedangkan signifiant adalah wujud fisik atau hanya yang berupa bunyi ujar.
Ciri selanjutnya adalah (4) bahasa merupakan kebiasaan (habit). Berdasarkan sistem habit, pembelajaran bahasa diterapkan metode drill and practice yakni suatu bentuk latihan yang terus menerus dan berulang-ulang sehingga membentuk kebiasaan; (5) Kegramatikalan berdasarkan keumuman; (6) Level-level gramatikal ditegakkan secara rapi. Level gramatikal mulai ditegakkan dari level terendah yaitu morfem sampai level tertinggi berupa kalimat. Urutan tataran gramatikalnya adalah morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat; (7) Analisis dimulai dari bidang morfologi; (8) Bahasa merupakan deret sintakmatik dan paradigmatik; (9) Analisis bahasa secara deskriptif, dan (10) Analisis struktur bahasa berdasarkan unsur langsung.
Sumbangsih Aliran Strukturalisme dalam Pembelajaran Bahasa
Arah pembinaan bahasa Indonesia sebagai pegangan utama dalam pengembangan pembelajaran bahasa Indonesia dituangkan dalam kurikulum bahasa Indonesia yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006. Salah satu standar kompetensi dan kompetensi dasar yang diharapkan dapat dimiliki siswa SMK berdasarkan KTSP adalah berkomunikasi dengan bahasa Indonesia setara tingkat unggul dengan kompetensi dasar menyimak untuk memahami secara kreatif teks seni berbahasa dan teks ilmiah sederhana. Kompetensi dasar ini selanjutnya dikembangkan dalam beberapa indikator, yaitu: (1) memperlihatkan rekasi kinetik (menunjukkan sikap memperhatikan, mencatat) terhadap penayangan prosa sederhana, (2) menunjukkan reaksi verbal berupa komentar terhadap konteks penayangan prosa sederhana, (3) menceritakan kembali isi prosa yang ditayangkan dengan menggunakan kata-kata sendiri, (4) mengungkapkan unsur intrinsik prosa fiksi (tokoh, perwatakan, latar, plot, tema).
Sumbangsih aliran strukturalisme dalam pembelajaran bahasa Indonesia tampak pada asumsi yang diusung, yaitu: Pertama, bahwa prosedur kerja linguistik (struktural) dapat digunakan sebagai metode pengajaran bahasa. Asumsi ini mengisyaratkan kepada penekanan perlunya latihan berbicara dan menggunakan informan asli untuk menirukan dan latihan lafal. Melalui latihan-latihan pasangan minimal siswa berlatih membedakan fonem-fonem, dan berusaha menghasilkan fonem dalam cara pasangan minimal yang dapat dikenali penutur asli. Setelah itu siswa mempelajari isyarat-isyarat gramatikal (morfem, kata tugas, urutan kata), melalui berbagai-bagai latihan subtitusi dan perluasan dalam bentuk pola-pola latihan (drill).
Asumsi ini memang tampak jelas pada pembelajaran bahasa Inggris di sekolah taman Kanak-Kanak atau di SD kelas rendah. Akan tetapi, untuk pembelajaran bahasa Indonesia, asumsi ini tampak ketika guru sedang mengajarkan kalimat, yang dimulai dari pengenalan kata-kata atau nama-nama barang di sekitar siswa. Guru lebih dulu memperkenalkan kata sebelum kalimat. Pola-pola kalimat dengan berbagai bentuk juga diajarkan guru bahasa Indonesia di sekolah dasar dan menengah.
Kita dapat mengidentifikasikan aspek-aspek aliran struktural yang berpengaruh dalam pengajaran bahasa terutama metode audio-lingual. Terdapat penekanan yang lebih besar terhadap berbicara daripada menulis, dalam tahap awal metode audio-lingual. Hal ini disadari oleh asumsi kedua yang menyatakan bahwa materi pengajaran bahasa harus disajikan dalam bentuk latihan berbicara sebelum siswa diperkenalkan dengan latihan menulis. Pada tahap awal keterampilan berbahasa berbicara dan menyimak dianggap lebih penting, dan baru kemudian membaca dan menulis.
Hal ini tampak pada pembelajaran bahasa di sekolah Taman kanak-kanan (TK). Anak-anak TK lebih banyak diajak untuk berkomunikasi secara lisan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Anak TK tidak ditekankan pada pembelajaran membaca dan menulis. Anak TK dan SD kelas rendah lebih banyak diberi tugas untuk bercerita pengalaman pribadi, menyimak cerita dari guru, atau berkomunikasi lisan dengan teman sebaya.
Linguistik struktural tidak terlalu memperhatikan makna. Dalam analisis bahasa, mereka tidak membentuk-bentuk yang mirip. Oleh karena itu, asumsi ketiga yang disodorkan adalah bahwa tidaklah penting bagaimana makna itu diperoleh siswa. Makna itu dapat ditanyakan saja langsung kepada penutur asli.
Asumsi yang keempat menyatakan bahwa tidak perlu menyajikan gradasi dan urutan kekomplekan gramatikal pada materi yang dipelajari siswa. Asumsi ini berdasarkan kepada tesis dalam analisis struktural bahwa ahli bahasa hanya memiliki kontrol yang sedikit terhadap kekomplekan data yang diperoleh dari informannya. Apabila ahli bahasa itu menemukan data (ujaran) yang terlalu kompleks, cenderung menghindar atau dipilih dari yang tidak komplek. Dalam pengajaran bahasa mereka berpendapat bahwa struktur yang kompleks akan menyulitkan siswa dalam proses memorinya.
Salah satu alasan mengapa kaum strukturalis kurang memperhatikan makna dalam analisisnya karena mereka berpendapat bahwa makna ini bersifat abstrak, tidak dapat diindra. Makna ini hanya ada dalam pikiran sehingga makna dianggap bersifat subjektif. Ilmuwan mestilah mengamati fenomena dan baru mempelajarinya. Tegasnya ilmuwan harus mempelajari apa yang bisa diamati. Sikap yang demikian melahirkan asumsi yang kelima yang menyatakan bahwa bahasa itu adalah tingkah laku dan tingkah laku dapat dipelajara dengan cara melakukan. Oleh karena itu, siswa mempelajari bahasa dengan cara melakukan respon dalam praktek-praktek latihan kegiatan berbahasa dan penguatan bagi respon yang benar.
Asumsi yang terakhir ini sesungguhnya hasil dari analisis kaum psikologi behavioris. Orang dapat mendiskusikan lebih lanjut tentang teknik pengajaran bahasa melalui respon dari penguatan ini. Asumsi-asumsi di atas terutama asumsi ketiga dan keempat banyak mengandung perdebatan di kalangan guru bahasa, sedangkan asumsi yang kelima telah diserang langsung penganut tata bahasa generatif.
Penutup
Pada prinsipnya, sebuah aliran pasti memiliki keunggulan dan kelemahan, begitu juga dengan aliran strukturalisme. Sebagai contoh, Metode drill yang ditawarkan pada aliran ini sudah kurang cocok untuk SD kelas tinggi dan sekolah lanjutan. Kelemahan yang lain misalnya pembentukan kebiasaan (habit formation) antara lain adalah bahwa siswa tidak dilatih menggunakan kalimat (struktur) dalam situasi komunikasi yang aktual. Namun kekuatannya juga ada, yaitu penguasaan akan kaidah-kaidah yang dipelajari oleh siswa sangat besar. Untuk itu, seorang guru bahasa Indonesia harus mampu memformulasikan berbagai aliran dalam melaksanakan tugasnya agar siswanya

Komentar :

ada 0 komentar ke “artikel kebahasaan”

Posting Komentar